Jumat, 22 November 2013


Manusia sebagai Makhluk Sosial

Nama       : Asri Safirannisa
Kelas       : 1IA02
NPM       : 51413445
Jurusan    : Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
 

KATA PENGANTAR

            Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya yang diberikan kepada penyusun, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam makalah ini penyusun akan membahas topik mengenai Manusia sebagai Makhluk Sosial.

        Makalah ini merupakan panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, makalah ini juga sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Dasar serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan proses belajar mandiri, agar aktivitas dan penguasaan materi dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam proses pembuatan dan penyusunan makalah ini.
 
 
                                                                                     Depok,   November 2013
 


Penyusun


DAFTAR ISI 
SAMPUL JUDUL...................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................ii


DAFTAR ISI..........................................................................................iii


 
BAB I  PENDAHULUAN.......................................................................I
 


BAB II  PEMBAHASAN........................................................................II



A. KEDUDUKAN SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL............................III


B. PENGERTIAN DAN DEFINISI MAKHLUK SOSIAL...................IV


C. ASAL USUL AKAL BUDI................................................................V


D. SENI BAHASA..................................................................................VI


E. KANDUNGAN SURAH AN NAAS.................................................VII


BAB III  PENUTUP


A. KESIMPULAN....................................................................................IX


B. DAFTAR PUSTAKA...........................................................................X
 
 
BAB I
PENDAHULUAN


          Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok. Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok ini disebut juga dengan zoon politicon.


          Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia sebagai zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas,seperti negara. Sebagai insan politik,manusia memiliki nilai-nilai yangbisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya. Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk saling bekerja sama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai pada manusia untuk hidup bersama dalam kelompok,antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai berorganisasi.


Nilai adalah prinsip-prinsip dasar yang dianggap paling baik,paling bermakna, paling berguna, paling menguntungkan, dan paling dapat mendatangkan kebiasaan bagi manusia. Nilai kesatuan mengandung makna bahwa komunitas politik merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik hanya terwujud apabila ada persatuan. Nilai solidaritas mengandung makna bahwa hubungan antar manusia dalam komunitas politik bersifat salingmendukung dan selalu membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan manusia yang lain. Nilai kebersamaan mengandung arti komunitas politik merupakan wadah bagi mereka untuk mewujudkan tujuan hidup yang diidam-idamkan. Nilai organisasi mengandung makna bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengatur dirinya dalam bentuk pengorganisasi.

Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok, tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.
 
          Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain.

BAB II

PEMBAHASAN

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya. Individusatu dapat mempengaruhi yang lain dan begitu juga sebaliknya. Pada kenyataannya interaksi yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Interaksi terjadi karena ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang ada di sekitar yang memiliki juga perilaku spesifik.



BAB II

PEMBAHASAN

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya. Individusatu dapat mempengaruhi yang lain dan begitu juga sebaliknya. Pada kenyataannya interaksi yang terjadi sesungguhnya tidak sesederhana kelihatannya melainkan merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Interaksi terjadi karena ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain yang ada di sekitar yang memiliki juga perilaku spesifik.


Jadi sudah kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang dapat dikembangkan. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
 
 

Kedudukan Manusia sebagai Makhluk Sosial

 Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial.

Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini, spesialisasi dan integrasi atau organissai harus saling membantu. Sebab kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan.

Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.

Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
 Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama. Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Sebagai contoh pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.

Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, pengakuan harga diri, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat. Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.

PENGERTIAN DAN DEFINISI MAKHLUK SOSIAL
Berikut ini adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli:
 
v    Dr. JOHANNES GARANG
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
v    NANA SUPRIATNA
Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan
 
dasar yang disebut kebutuhan sosial (social needs).
v    ARISTOTELES
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain.
v    MOMON SUDARMA
Makhluk sosial merupakan makhluk yang dalam kesehariannya sangat membutuhkan peran makhluk yang lainnya.
 
v    MUHAMMAD ZUHRI
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup hidup sedniri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain
v    DELIARNOV
Makhluk sosial adalah makhluk yang mustahil dapat hidup sendiri serta membutuhkan sesamanya dalam melakukan aktivitas sehari0hari
v    LITURGIS
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
 
ASAL USUL AKAL BUDI

Akal budi adalah sumber rasa diri (self )—suatu rasa yang terkadang bersifat pribadi, dan terkadang dibagi dengan orang lain. Akal budi juga suatu saluran untuk menjangkau dunia di luar benda benda materi sehari hari, melalui imajinasi; akal budi menjadi sarana bagi kita untuk mengubah dunia abstrak menjadi kenyataan puspa-ragam.
 
Kita boleh bangga dengan kesadaran introspektif kita, tetapi kita hanya bisa sadar akan apa yang dipantau oleh otak dengan erlengkapan yang khusus untuk itu. Jerrison berargumen, walaupun dianggap oleh banyak orang sebgai salah satu alat komunikasi, bahasa juga berfungsi lebih jauh untuk mempertajam realitas mental kita.
 
 
Ada banyak literatur, di bidang filsafat dan psikologi, yang membhas masalah apakah pikiran tergantung pada bahasa atau bahasa tergantung pada pikiran. Tak pelak lagi ada banyak, barangkali sebagian terbesar, proses kognitif manusia berlangsung tanpa bahasa atau bahkan tanpa kesadaran. Bahasa membentuk unsur unsur pikiran dengan cara yang tidak bisa dialkukan dengan akal budi yang tanpa bahasa, sehingga argumen Jerrison bisa dibenarkan.
 
SENI BAHASA

Tak diragukan lagi, evolusi bahasa lisan sebagaimana kita ketahui, merupakan suatu titik yang menentukan dalam pra sejarah manusia. Berbekal bahasa, manusia dapat menciptakan berbagai dunia jenis baru di alam : dunia kesadaran yang mawas diri dan dunia yang kita ciptakan serta nikmati bersama  orang lain, yang kita sebut “budaya”. Dalam buku yang terbit pada tahun 1990, Language and species, Derrick Bickerton ahli linguistik dari University of Hawaii merumuskan hal itu dengan meyakinkan: “ Hanya bahasa yang bisa menerobos sekat sekat yang memenjarakan pengalaman langsung di mana semua makhluk lain terkurung, yang melepaskan kita ke dalam kebebesan ruang dan waktu yang tak terhingga.”

Sebagaian besar  pengetahuan kita tentang bahasa baru muncul dalam tiga dasawarsa terakhir. Yang pertama melihat bahasa sebagai ciri unik manusia, kemampuan yang timbul sebagai akibat sampingan otak kita yang makin membesar.
 
Bahasa timbul dalam prasejarah manusia — dengan berbagai saran dan sepanjang sebagian urutan waktu dan dengan denmikian mengubah kita baik sebgai individu individu maupun spesies. Dari semua kemampuan mental kita, bahasa terletak paling dalam di bawah ambang kesadaran kita, bagian yang paling tidak terjangkau oleh akal budi.  

Sebagai suatu spesies, bahasa mengubah cara kita bergaul satu sama lain melalui penjabaran kebudayaan. Bahasa dan budaya menyatukan sekaligus memisahkan kita, kemampuan yang sama sama kita punya, tetapi lima ribu kebudayaan yang diciptakan bahasa terpisah satu sama lain. Sebegitu menyeluruh kita sebagai produk kebudayaan yang kita membentuk kita sehingga sering gagal mengetahui budaya itu merupakan ciptaa kita sendiri, sampai kita berhadapan dengan kebudayaan yang sangat berbeda.

Dalam pandangan pengikut Chomsky, kita tidak perlu berpaling pada seleksi alam untuk mengetahui asal usul bahasa karena bahasa adalah suatu peristiwa kebetulan dalam sejarah, kecakapan yang muncul begitu ambang batas kognitif terlampaui. Agaknya kemampuan berbahasa tidak muncul sekaligus, sehingga kita terpaksa bertanya tanya keunggulan apakah yang diberikan bahasa yang belum berkembang kepada leluhur kita. Jawaban yang mencolok adalah bahwa bahsa semacam itu memberi cara berkomunikasi yang efisien. Kemampuan ini tentunya akan bermanfaat bagi leluhur kita ketika mereka mulai menjalani hidup berburu dan berkumpul masih awal, yang merupakan cara subsisten yang lebih menantang dibandingkan yang dilakukan oleh kera. Ketika cara hidup leluhur kita semakin pelik, komunikasi yang efektif kiranya semakin lama akan semakin berharga dalam keadaan seperti itu. Itulah sebabnya seleksi alam terus menerus meningkatkan kecakapan berbahasa.

Ralph Holloway, neurolog dari Columbia University, perintis terkemuka pada tahun 1960-an berpendapat, “saya cenderung berpendapat bahwa bahasa tumbuh dari pola pengertian perilaku sosial, yang pada dasarnya bersifat kooperatif daripada agresif, dan funginya bertumpu pada pembagian kerja menurut tabiat jenis kelamin yang tersususun saling melengkapi secara sosial.”
 
 
KANDUNGAN DALAM SURAH AN NAAS

Sifat-sifat ini termasuk di antara sifat-sifat Rabb: Rububiyah (keRabban), kekuasaan, dan ilahiyah (sembahan). Maka Allah adalah Rabb, penguasa, dan sembahan segala sesuatu, segala sesuatu adalah makhluk-Nya, dikuasai oleh-Nya, dan hamba-Nya. Allah memerintahkan orang yang memohon perlindungan untuk meminta perlindungan hanya kepada yang bersifat dengan sifat-sifat ini, dari kejelekan was-was dari Khannas, dia adalah setan yang menyertai manusia. Karena, tidak ada seorang pun dari anak Adam kecuali dia mempunyai qarin (yang mengikutinya dari kalangan setan) yang menghias-hiasi kekejian itu di hadapannya dan dia tidak perduli walau harus mengerahkan semua kemampuannya untuk memberikan khayalan-khayalan, dan yang selamat hanyalah siapa yang Allah selamatkan. Telah tsabit dalam Ash-Shahih bahwa beliau ra bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ. قَالُوا: وَأنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah diikutkan padanya temannya dari kalangan jin.” Mereka bertanya, “Anda juga wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Iya, hanya saja Allah telah menolong saya untuk mengatasinya, sehingga dia pun masuk Islam, dan dia tidak memerintah saya kecuali dengan kebaikan.[1]

Juga telah tsabit dalam Ash-Shahih dari Anas, tentang kisah kunjungan Shafiyah kepada Nabi r ketika beliau sedang melakukan i’tikaf, lalu beliau keluar bersamanya (Shafiyah) pada malam hari untuk mengantarnya ke rumahnya. Tiba-tiba ada dua orang Anshar yang menjumpai beliau, tatkala keduanya melihat Nabi r, mereka mempercepat langkah. Maka Rasulullah r bersabda:

عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ. فَقَالَا: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ, وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا -أَوْ قَالَ شَرًّا-

“Pelan-pelanlah kalian, sesungguhnya wanita ini adalah Shafiyah bintu Huyaiy.” Keduanya lalu berkata, “Subhanallah wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mrngalirnya darah, dan saya khawatir kalau-kalau dia melemparkan sesuatu -atau beliau berkata: Kejelekan- ke dalam hati kalian berdua.[2]

Dari seorang teman berkendara Rasulullah r dia berkata: Keledai Nabi r jatuh tergelincir, maka saya berkata, “Celakalah setan!” Maka beliau bersabda:

لَا تَقُلْ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ, فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقالَ: بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ. وَإذَا قُلْتَ: بِسْمِ اللَّهِ, تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Jangan kamu katakan, “Celakalah setan,” karena jika kamu katakan, “Celakalah setan,” dia akan membesar dan berkata, “Demi kekuatanku, saya akan merasukinya.” Jika kamu mengatakan, “Dengan nama Allah,” dia akan mengecil sampai menjadi seperti lalat.[3]

Sejumlah ulama berkata tentang firman-Nya, “Kejahatan
bisikan) setan yang biasa bersembunyi,”: Dia adalah setan yang bercokol di dalam hati anak Adam. Jika dia (anak Adam) lalai, dia akan memberikan was-was, tapi jika dia berdzikir kepada Allah, dia akan menahan diri.

Firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Apakah terjadinya hal ini hanya terbatas pada anak keturunan Adam -sebagaimana yang nampak-, ataukah ini mencakup umum untuk anak keturunan Adam (manusia) dan juga jin? Ada dua pendapat, dan biasanya mereka (jin) juga masuk ke dalam penamaan manusia. Ibnu Jarir berkata, “(Kata manusia) sering digunakan untuk mereka (jin), “Beberapa orang laki-laki dari kalangan jin.[4]“ Maka tidak ada larangan menggunakan kata ‘manusia’ untuk mereka secara mutlak.”

Firman Allah Ta’ala, “Dari (golongan) jin dan manusia.” Apakah ini adalah rincian dari firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia” lalu Dia menjelaskannya dengan firman-Nya, “Dari (golongan) jin dan manusia,”? Hal ini menguatkan pendapat yang kedua.

Ada yang mengatakan, “Dari (golongan) jin dan manusia” adalah penafsiran dari yang membisikkan was-was ke dalam dada manusia dari kalangan setan-setan jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Ada seorang lelaki yang mendatangi Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berbicara di dalam diriku dengan suatu ucapan, yang mana saya jatuh dari atas langit lebih saya sukai daripada yang mengucapkannya.” Maka Nabi bersabda, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, segala pujian hanya milik Allah yang telah menolak makarnya dan hanya menjadikannya sebagai was-was.

BAB III
KESIMPULAN

          Kesimpulan dari makalah ini adalah sejak lahir, manusia sudah diciptakan sebagai makhluk sosial. Manusia tidak bisa bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. Walaupun sekaya dan setinggi apapun jabatannya, manusia tetap membutuhkan orang lain. Janganlah kita menjadi manusia yang angkuh dan anti sosial, siapa yang mau membantu kita kalau tidak orang lain. Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.


DAFTAR PUSTAKA
 
  1. www.google.com/kandungan surah an naas
       4.  Leakey Richard, 2003. asal-usul manusia. Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia
 
 
 
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar